Oleh: Nining Ratnaningsih, S.H.,
Bahwa hampir semua aspek
kegiatan yang terjadi di masyarakat selalu terdapat campur tangan negara.
Setiap campur tangan negara dilakukan oleh pejabat/ petugas Administrasi
Negara.[1]
S. Prajudi Atmosudirjo
mengemukakan yang pada intinya bahwa pemerintah dalam pengambilan keputusan
menggunakan ‘wewenang kenegaraan’ atau ‘wewenang publik’.[2]
Kegiatan-kegiatan Administrasi
Negara terdiri atas perbuatan-perbuatan yang bersifat yuridis (artinya yang
secara langsung mencipta akibat-akibat hukum) dan yang bersifat non-yuridis.
Menurut S. Prajudi Atmosudirjo mengemukakan bahwa ada empat macam
perbuatan-perbuatan hukum (rechtshandelingen)
Administrasi Negara masa kini, yakni:[3]
1. Penetapan (beschiking,
administrative disrection) dapat dirumuskan sebagai perbuatan sepihak yang
bersifat Administrasi Negara dilakukan oleh pejabat atau instansi Negara
(penguasa) yang berwenang dan wajib khusus untuk itu;
2. Rencana (plan)
dari sudut pandnag Hukum Administrasi Negara ialah seperangkat
tindakan-tindakan yang terpadu, dengan tujuan agar supaya terciptalah suatu
keadaan tertib bilamana tindakan-tindakan tersebut telah selesai direalisasikan;
3. Norma jabaran (concrete normgeving) adalah suatu perbuatan hukum (rechshandeling) daripada penguasa untuk
membuat agar supaya suatu ketentuan undang-undang mempunyai isi yang konkrit
dan praktis dan dapat diterapkan menurut keadaan waktu dan tempat;
4. Legislasi semu (pseudo wetgeving) adalah penciptaan aturan-atauran hukum oleh
pejabat Administrasi negara yang berwenang, yang sebenarnya dimaksudkan sebagai
garis-garis pedoman (richtlinjnen)
pelaksanaan kebijakan (policy) untuk
menjalankan suatu ketentuan undang-undang, akan tetapi dipublikasikan secara
luas.
Suatu Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking) dapat dikatakan sah apabila memenuhi 2 (dua) syarat.
Menurut Muchsan, syarat-syarat sahnya suatu Keputusan Tata Usaha Negara ialah
memenuhi:
a. Syarat Materiil yaitu syarat yang berkaitan dengan isi.
Syarat materiil dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu: 1). Harus dibuat oleh aparat
yang berwenang; 2). Keputusan Tata usaha negara tidak mengalami kekurangan
yuridis; 3). Tujuan ketetapan sama dengan tujuan yang mendasarinya.
b.
Syarat formil, yaitu syarat yang berkaitan dengan bentuk.
Syarat formil dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu:
1) Bentuk ketetapan harus sama dengan bentuk yang
dikehendaki oleh peraturan yang mendasarinya;
2)
Prosedur harus sama dengan bentuk yang diatur dalam
peraturan yang mendasarinya;
3) Syarat khusus yang dikehendaki oleh peraturan dasar harus
tercermin dalam keputusan.
Sedangkan secara umum, pada pokoknya didalam suatu
keputusan telah ada tata naskah kedinasan yang telah baku yang terdiri dari
hal-hal sebagai berikut:
1.
Jabatan yang menerbitkan Keputusan;
2.
Nomor keputusan;
3.
Perihal/tentang keputusan;
4.
Konsiderans/pertimbangan;
5.
Dasar hukum ( bagian mengingat atau memperhatikan);
6.
Diktum (bagian menetapkan atau memutuskan);
7.
Ketentuan peralihan (jika ada);
8.
Ketentuan mengenai kapan berlakunya keputusan;
9.
Tempat dan tanggal ditetapkannya keputusan;
10.
Tanda tangan dan cap dinas pejabat yang menerbitkan
keputusan.
Berbeda dengan Keputusan Tata Usaha Negara, keputusan
Pembina Utama KPPDK hanya berlaku bagi internal KPPDK. KPPDK sebagai koperasi
pegawai negeri tetap tunduk pada Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian dan AD/ART KPPDK.
Menurut
pendapat Muenkner memberikan definisi koperasi sebagai organisasi ekonomi yang
mempunyai ciri-ciri khusus sebagai berikut:[4]
1)
Adanya sekelompok orang yang menjalin hubungan antara
sesamanya atas dasar sekurang-kurangnya satu kepentingan yang sama (kelompok
koperasi);
2) Adanya dorongan (motivasi)untuk mengorganisasikan diri
dalam kelompok guna memenuhi kebutuhan ekonomi melalui usaha bersama atas dasar
swadaya dan saling tolong menolong (motivasi swadaya);
3) Adanya perusahaan yang didirikan dan dikelola secara
bersama-sama (perusahaan koperasi); dan
4) Tugas perusahaan tersebut adalah untuk memberikan
pelayanan kepada anggota (promosi anggota).
Keempat ciri tersebut menunjukkan bahwa,
kegiatan koperasi (secara ekonomis), harus mengacu pada prinsip identitas
(hakikat ganda) yaitu anggota sebagai pemilik yang sekaligus sebagai pelanggan.
Organisasi koperasi dibentuk oleh sekelompok orang yang mengelola perusahaan
bersama yang diberi tugas untuk menunjang kegiatan ekonomi individu para
anggotanya.[5]
Koperasi adalah organisasi otonom, yang berada dalam
lingkungan sosial ekonomi, yang memungkinkan setiap individu dan setiap
kelompok orang merumuskan tujuan-tujuannya secara otonom dan mewujudkan
tujuan-tujuan itu melalui aktivitas-aktivitas ekonomi yang dilaksanakan secara bersama-sama.[6]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar