OBJEK PENGAWASAN MAHKAMAH AGUNG
TERHADAP SEMUA LINGKUNGAN PERADILAN
Mengenai objek pengawasan yang
dilakukan Mahkamah Agung sebagai pengawas tertinggi diatur pada Pasal 32 ayat
(1) Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Kedua atas UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
(Selanjutnya disebut UU MA). Pasal 32
ayat (1) UU MA berbunyi:
“Mahkamah
Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada
semua badan peradilan yang berada di bawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan
kehakiman.”
Selain itu, mengenai objek pengawasan
oleh Mahkamah Agung juga diatur dalam
Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
(selanjutnya disebut UU Kekuasaan Kehakiman), yang berbunyi:
“Pengawasan
tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang
berada di bawah Mahkamah Agung dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh Mahkamah Agung.”
Selanjutnya akan dijelaskan mengenai
hal-hal yang menjadi objek pengawasan oleh Mahkamah Agung, sebagai berikut:
a.
Mengawasi Penyelenggaraan Peradilan Dalam Menjalankan
Kekuasaan Kehakiman
Objek pengawasan yang pertama
ditujukan terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan.
Apakah semua lingkungan peradilan dalam kedudukannya sebagai kekuasaan
kehakiman (judicial power) telah
benar-benar menjalankan penyelenggaraan peradilan seseuai dengan
prinsip-prinsip yang ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan. Prinsip-prinsip
pokok kekuasaan kehakiman yang harus diawasi Mahkamah Agung terhadap semua
lingkungan peradilan antara lain:[1]
1)
Mengawasi
eksistensi semua lingkungan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman
yang bebas (judicial independency).
Objek pertama yang harus diawasi Mahkamah Agung ialah
dalam rangka penyelenggaraan peradilan yang ditujukan terhadap penegakan
prinsip kemerdekaan dan kebebasan semua peradilan dari segala bentuk campur
tangan atau intervensi kekuasaan manapun dalam menjalankan fungsi kekuasaan
kehakiman. Hal tersebut telah digariskan pada Pasal 24 ayat (1) UUD tahun 1945
yang berbunyi:
“Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.
Begitu pula Pasal 1 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman, yang
berbunyi:
“Kekuasaan
Kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum
Republik Indonesia.”
Selain pengawasan terhadap
penyelenggaraan peradilan yang bebas dan merdeka dari campur tangan, Mahkamah
Agung juga harus mengawasi apakah kebebasan dan kemerdekaan tersebut tidak
diselewengkan atau disalahgunakan oleh badan peradilan atau hakim yang
melaksanakan fungsi peradilan.
2)
Mengawasi
semua lingkungan peradilan atas penyelenggaraan supremasi hukum.
Pada dasarnya pengawasan Mahkamah Agung terhadap
kebebasan atau kemerdekaan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman,
sekaligus berkaitan dengan pengawasan
lingkungan peradilan atas penegakan prinsip supremasi hukum dan asas
imparsialitas yakni apakah semua lingkungan peradilan dalam penyelenggaraan
peradilan benar-benar berpihak kepada hukum dengan sikap dan pendirian yang
tidak berpihak kepada penguasa, korporasi besar, orang kaya, kelompok tertentu
dan sebagainya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 3 ayat (2) UU Kekuasaan
Kehakiman.
3)
Mengawasi
semua lingkungan peradilan atas penyelenggaraan penegakan prinsip perlakuan
yang sama.
Penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan
dalam menjalankan kekuasaan kehakiman, harus menegakkan prinsip perlakuan yang
sama terhadap semua anggota masyarakat sesuai dengan jiwa dan nilai pada pasal
28 D UUD tahun 1945 jo. Pasal 4 UU Kekuasaan Kehakiman.
4)
Mengawasi
semua lingkungan peradilan atas peran mereka sebagai katup penekan.
Berdasarkan prinsip ini, peradilan dalam menjalankan
kekuasaan kehakiman harus mampu menjadi katup penekan terhadap semua pelanggaran
dalam segala bentuk perbuatan yang tidak konstitusional, melanggar ketertiban
umum dan kepatutan.
5)
Mengawasi
penyelenggaraan hak imunitas dalam menjalankan kekuasaan kehakiman
Pengawasan terhadap penyelenggaraan hak imunitas sangat
erat kaitannya dengan pengawasan terhadap kebebasan/kemerdekaan kekuasaan
kehakiman yang dijalankan semua lingkungan peradilan. Memang kepada pengadilan
dan hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman diberikan perlindungan dengan
hak imunitas. Namun, Mahkamah Agung harus cermat melakukan pengawasan, agar hak
imunitas tersebut diimbangi dengan integritas profesionalisme yang didukung
oleh kejujuran dan moral yang tinggi oleh para hakim dan hakim agung.
b.
Mengawasi Tingkah Laku Dan Perbuatan Para Hakim Dalam
Menjalankan Tugas
Objek lain yang harus diawasi
Mahkamah Agung adalah tingkah laku para hakim dalam menjalankan tugas. Hal
tersebut diutarakan dalam Pasal 32A
ayat (1) UU MA yang berbunyi: “Pengawasan
internal atas tingkah laku hakim agung dilakukan oleh Mahkamah Agung.”
Pada pasal ini tidak diterangkan apa
yang dimaksud dengan tingkah laku. Namun menurut WJS Poerwadarminta mengartikan
tingkah laku adalah ‘kelakuan’ atau ‘perbuatan’.[2]
Dan yang menjadi objek pengawasan oleh Mahkamah Agung meliputi semua bentuk
tingkah laku dan perbuatan yang tidak wajar, tidak benar, tidak pantas atau
tercela serta tindakan yang merongrong kewibawaan dan martabat pengadilan, baik
hal itu yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan tugas peradilan atau tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar