Oleh: Nining Ratnaningsih, S.H.,
Teknik penyusunan keputusan diskresi pada
pokoknya sama dengan keputusan pada umumnya sebagaimana teknik penyusunan
peraturan perundang-undangan khususnya dalam Pasal 54 Undang-Undang No. 10
Tahun 2004 yang telah diganti dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 yang
berbunyi:
“Teknik
penyusunan dan/atau bentuk keputusan Presiden, Keputusan Pimpinan Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat,
Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah, Keputusan Ketua Mahkamah Agung,
Keputusan Ketua Mahkamah Konstitusi, Keputusan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan,
Keputusan Gubernur Bank Indonesia, Keputusan Menteri, Keputusan Kepala Badan,
Lembaga atau Komisi yang setingkat, Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan rakyat
Daerah Propinsi, Keputusan Gubernur, Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan rakyat
Daerah Kabupaten/Kota, Keputusan Bupati/Walikota, Keputusan Kepala Desa atau
yang setingkat harus berpedoman pada teknik penyusunan dan/atau bentuk yang
diatur dalam Undang-Undang ini.
Meskipun teknik penyusunan keputusan pejabat
administrasi pemerintahan harus berpedoman pada teknik penyusunan
perundang-undangan, akan tetapi mengenai materi muatannya terdapat perbedaan
diantara keduanya yaitu pada keputusan bersifat konkret, individual dan final
sedangkan peraturan bersifat mengikat secara umum.
Secara umum, pada pokoknya didalam suatu keputusan telah
ada tata naskah kedinasan yang telah baku yang terdiri dari hal-hal sebagai
berikut:
a.
Jabatan yang menerbitkan Keputusan;
b.
Nomor keputusan;
c.
Perihal/tentang keputusan;
d.
Konsiderans/pertimbangan;
e.
Dasar hukum ( bagian mengingat atau memperhatikan);
f.
Diktum (bagian menetapkan atau memutuskan);
g.
Ketentuan peralihan (jika ada);
h.
Ketentuan mengenai kapan berlakunya keputusan;
i.
Tempat dan tanggal ditetapkannya keputusan;
j.
Tanda tangan dan cap dinas pejabat yang menerbitkan
keputusan.
Berdasarkan Pedoman Umum Tata Naskah Dinas,
maka Keputusan Menteri selaku Pembina Utama KPPDK No: 19/K/KEP/KPPDK/2000 perihal Penunjukan Pengelola dan Pelaksana SISMINBAKUM
tidak memenuhi kententuan sebagaimana di atas, berupa:
Pertama, Keputusan
Menteri selaku Pembina Utama KPPDK No:
19/K/KEP/KPPDK/2000 menggunakan kertas
berlambang KPPDK, serta nomor keputusan tidak sesuai dengan penomoran yang
digunakan oleh menteri.
Kedua, sekalipun
perihal/tentang keputusan, konsiderans/ pertimbangan, dasar hukum dan diktum
memenuhi ketentuan dalam Pedoman Umum Tata Naskah Dinas, akan tetapi tanda
tangan dan cap dinas yang menerbitkan tidak sesuai dengan jabatannya sebagai
menteri.
Ketiga, bahwa
berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Keputusan Menteri
selaku Pembina Utama KPPDK No:
19/K/KEP/KPPDK/2000 perihal Penunjukan
Pengelola dan Pelaksana SISMINBAKUM merupakan keputusan yang dilakukan oleh
menteri dengan jabatan sebagai Pembina Utama KPPDK, hal ini bertentangan dengan
Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Keempat, berdasarkan
uraian tugas dan wewenang pengurus KPPDK tidak dikenal istilah Pembina Utama
akan tetapi disebut dengan istilah Penasehat, maka berdasarkan uraian tugas
sebagaimana terdapat dalam AD/ART KPPDK maka Pembina Utama tidak memiliki hak
untuk mengeluarkan surat Keputusan.
Kelima, apabila
Keputusan Menteri selaku Pembina Utama KPPDK No: 19/K/KEP/KPPDK/2000 perihal Penunjukan Pengelola dan Pelaksana SISMINBAKUM
merupakan keputusan menteri, maka KPPDK tidak tunduk terhadap keputusan
tersebut karena berdasarkan struktur organisasi maupun secara fungsional antara
KPPDK dengan Kementerian Hukum dan HAM tidak memiliki korelasi baik secara
langsung maupun secara tidak langsung. KPPDK merupakan badan hukum yang berdiri
secara terpisah dan tidak ada kaitan dengan tugas dan wewenang Kementerian.
Keenam, apabila
Keputusan Menteri selaku Pembina Utama KPPDK No: 19/K/KEP/KPPDK/2000 perihal Penunjukan Pengelola dan Pelaksana SISMINBAKUM
merupakan keputusan Pembina Utama, maka Dirjen AHU maupun PT. SRD tidak tunduk
terhadap surat keputusan tersebut, karena sekali lagi perlu ditegaskan sebagai
Pembina utama KPPDK maka keputusan yang dikeluarkan hanya berlaku bagi internal
KPPDK, yakni pengurus aktif sedangkan Dirjen AHU maupun PT. SRD tidak memiliki
hubungan hukum dengan KPPDK.
Ketujuh, berdasarkan
uraian di atas maka Penulis memberikan kesimpulan bahwa Keputusan Menteri
selaku Pembina Utama KPPDK No:
19/K/KEP/KPPDK/2000 perihal Penunjukan Pengelola
dan Pelaksana SISMINBAKUM bukan
merupakan keputusan menteri maupun keputusan Pembina utama, karena tidak
memenuhi kualifikasi salah satu diantaranya. Dan Keputusan Menteri selaku Pembina
Utama KPPDK No: 19/K/KEP/KPPDK/2000 perihal Penunjukan Pengelola dan Pelaksana SISMINBAKUM
harus dinyatakan melawan hukum karena bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar