Oleh:
Nining Ratnaningsih, S.H.
Bentuk kuasa yang sah di depan Pengadilan untuk mewakili kepentingan pihak yang berperkara diatur dalam pasal 123 ayat (1) HIR. Adapun bentuk kuasa tersebut;
1. Kuasa
Secara Lisan
Bedasarkan
pasal 123 ayat (1) HIR (pasal 147 ayat (1) RBG ) serta Pasal 120 HIR, bentuk
kuasa lisan terdiri dari :
•
Dinyatakan secara Lisan oleh Penggugat di Hadapan Ketua Pengadilan Negeri.
Pasal 120 HIR memberikan hakl kepada penggugat untuk mengajukan gugatan secara lisan kepada Penggugat untuk mengajukan gugatan secara lisan kepada Ketua PN, apabila tergugat buta aksara. Apabila ketua PN menerima gugatan secara lisan maka dia wajib memformulasikan kedalam bentuk tertulis.
Pasal 120 HIR memberikan hakl kepada penggugat untuk mengajukan gugatan secara lisan kepada Penggugat untuk mengajukan gugatan secara lisan kepada Ketua PN, apabila tergugat buta aksara. Apabila ketua PN menerima gugatan secara lisan maka dia wajib memformulasikan kedalam bentuk tertulis.
•
Kuasa yang Ditunjuk Lisan di Persidangan.
Pengaturannya
ada dalam pasal 123 ayat (1) HIR dengan syarat:
i.
Penunjukan secara lisan tersebut dilakukan dengan
kata-kata tegas;
ii.
Majelis memerintahkan panitera untuk mencatatnya dalam
berita acara sidang.
2.
Kuasa yang Ditunjuk dalam Surat
Gugatan
Pengaturannya
ada dalam surat gugatan yang diatur dalam Pasal 123 ayat (1) HIR (pasal 147
ayat (1) RBG) dikaitkan dengan Pasal 118 HIR. Dalam Praktik yang berkembang
saat ini, pada Surat gugatan dicantumkan kuasa yang akan bertindak mewakili
penggugat, Pencantuman dan penjelasan itu dalam surat gugatan didasarkan atas
surat kuasa khusus.
3. Surat
Kuasa Khusus
Bedasarkan
pasal 123 ayat (1) HIR dinyatakan , bahwa selain kuasa secara lisan atau kuasa
yang ditunjuk dalam surat gugatan, pemberi kuasa dapat diwakili kuasa dengan
surat kuasa khusus atau bijzondere schriftelijke machtiging.
Adapun mengenai Syarat dan Formulasi Surat Kuasa Khusus tersebut selain diatur dalam Pasal 123 HIR juga diatur dalam SEMA.
Adapun mengenai Syarat dan Formulasi Surat Kuasa Khusus tersebut selain diatur dalam Pasal 123 HIR juga diatur dalam SEMA.
Bedasarkan SEMA No. 2 Tahun 1959 ditentukan syarat-syarat
khusus antara lain;
1) Menyebutkan
kompetensi relatif, di PN mana kuasa itu dipergunakan mewakili kepentingan
pemberi kuasa;
2) Menyebutkan
identitas dan kedudukan para pihak (sebagai penggugat dan tergugat)
3) Menyebutkan
secara ringkas dan konkret pokok dan objek sengketa yang diperkarakan antara
pihak yang berperkara.
Adapun syarat tersebut bersifat kumulatif, salah satu
syarat tersebut tidak terpenuhi mengakibatakan :
1) Surat
Kuasa Khusus cacat formil
2) Kedudukan
kuasa sebagai pihak formil mewakili pemberi kuasa tidak sah, sehingga gugatan yang
ditandatangani tidak sah.
SEMA No. 5 Tahun 1962 ini memberi petunjuk kepada Hakim
mengenai penyempurnaan penerapan Surat Kuasa Khusus yang digariskan dalam SEMA
No. 2 Tahun 1959 mengenai PN dan PT dapat menyempurnakan surat kuasa yang tidak
memenuhi syarat. Oleh karena pengaturan terkait surat kuasa khusus tidak diatur
dengan terperinci di dalam KUHPerdata maupun acara (HIR dan/atau RBG), sehingga
pengaturan terkait dengan surat kuasa terdapat Surat Edaran Mahkamah Agung. Beberapa
SEMA tersebut yakni:
1. SEMA
No. 2 Tahun 1959, tanggal 19 Januari 1959;
2. SEMA
No. 5 Tahun 1962, tanggal 30 Juli 1962;
3. Kedua
SEMA di atas dicabut dengan SEMA No. 01 Tahun 1971, tanggal 23 Januari 1971;
4. SEMA
No. 6 Tahun 1994, tanggal 14 Oktober 1994.
SEMA No. 6 Tahun 1994 tentang Surat
Kuasa Khusus, mengatur tentang petunjuk sebagai berikut:
1. Surat
kuasa harus bersifat khusus dan menurut undang-undang harus dicantumkan dengan
jelas bahwa surat kuasa itu hanya dipergunakan untuk keperluan tertentu,
misalnya:
a. Dalam perkara perdata harus dengan jelas disebutkan antara
A sebagai Penggugat dan B sebagai Tergugat, misalnya: dalam perkara waris atau
hutang piutang tertentu dan sebagainya;
b. Dalam perkara pidana harus dengan jelas menyebutkan
pasal-pasal KUHP yang didakwakan kepada terdakwa yang ditunjuk dengan lengkap.
2. Apabila
dalam surat kuasa khusus tersebut telah disebutkan bahwa kuasa tersebut
mencakup pula pemeriksaan dalm tingkat banding dan kasasi, maka surat kuasa
khusus tersebut tetap sah dan berlaku hingga pemeriksaan dalam kasasi, tanpa
diperlukan suatu surat kuasa khusus yang baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar