Kamis, 26 September 2013

OBJEK PENGAWASAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP SEMUA LINGKUNGAN PERADILAN

OBJEK PENGAWASAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP SEMUA LINGKUNGAN PERADILAN
Oleh: Nining Ratnaningsih, S.H.

Mengenai objek pengawasan yang dilakukan Mahkamah Agung sebagai pengawas tertinggi diatur pada Pasal 32 ayat (1)  Undang-Undang No. 3 Tahun 2009  Tentang  Perubahan Kedua atas UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung (Selanjutnya disebut UU MA).  Pasal 32  ayat (1) UU MA berbunyi:
Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman.”
Selain itu, mengenai objek pengawasan oleh Mahkamah Agung  juga diatur dalam Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (selanjutnya disebut UU Kekuasaan Kehakiman), yang berbunyi:
Pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung.”
Selanjutnya akan dijelaskan mengenai hal-hal yang menjadi objek pengawasan oleh Mahkamah Agung, sebagai berikut:           
a.         Mengawasi Penyelenggaraan Peradilan Dalam Menjalankan Kekuasaan Kehakiman
Objek pengawasan yang pertama ditujukan terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan. Apakah semua lingkungan peradilan dalam kedudukannya sebagai kekuasaan kehakiman (judicial power) telah benar-benar menjalankan penyelenggaraan peradilan seseuai dengan prinsip-prinsip yang ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan. Prinsip-prinsip pokok kekuasaan kehakiman yang harus diawasi Mahkamah Agung terhadap semua lingkungan peradilan antara lain:[1]
1)      Mengawasi eksistensi semua lingkungan peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang bebas (judicial independency).
Objek pertama yang harus diawasi Mahkamah Agung ialah dalam rangka penyelenggaraan peradilan yang ditujukan terhadap penegakan prinsip kemerdekaan dan kebebasan semua peradilan dari segala bentuk campur tangan atau intervensi kekuasaan manapun dalam menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman. Hal tersebut telah digariskan pada Pasal 24 ayat (1) UUD tahun 1945 yang berbunyi:
“Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”.
Begitu pula Pasal 1 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi:
“Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.”
Selain pengawasan terhadap penyelenggaraan peradilan yang bebas dan merdeka dari campur tangan, Mahkamah Agung juga harus mengawasi apakah kebebasan dan kemerdekaan tersebut tidak diselewengkan atau disalahgunakan oleh badan peradilan atau hakim yang melaksanakan fungsi peradilan.
2)      Mengawasi semua lingkungan peradilan atas penyelenggaraan supremasi hukum.
Pada dasarnya pengawasan Mahkamah Agung terhadap kebebasan atau kemerdekaan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman, sekaligus berkaitan dengan pengawasan  lingkungan peradilan atas penegakan prinsip supremasi hukum dan asas imparsialitas yakni apakah semua lingkungan peradilan dalam penyelenggaraan peradilan benar-benar berpihak kepada hukum dengan sikap dan pendirian yang tidak berpihak kepada penguasa, korporasi besar, orang kaya, kelompok tertentu dan sebagainya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 3 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman.
3)      Mengawasi semua lingkungan peradilan atas penyelenggaraan penegakan prinsip perlakuan yang sama.
Penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman, harus menegakkan prinsip perlakuan yang sama terhadap semua anggota masyarakat sesuai dengan jiwa dan nilai pada pasal 28 D UUD tahun 1945 jo. Pasal 4 UU Kekuasaan Kehakiman.
4)      Mengawasi semua lingkungan peradilan atas peran mereka sebagai katup penekan.
Berdasarkan prinsip ini, peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman harus mampu menjadi katup penekan terhadap semua pelanggaran dalam segala bentuk perbuatan yang tidak konstitusional, melanggar ketertiban umum dan kepatutan.
5)      Mengawasi penyelenggaraan hak imunitas dalam menjalankan kekuasaan kehakiman
Pengawasan terhadap penyelenggaraan hak imunitas sangat erat kaitannya dengan pengawasan terhadap kebebasan/kemerdekaan kekuasaan kehakiman yang dijalankan semua lingkungan peradilan. Memang kepada pengadilan dan hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman diberikan perlindungan dengan hak imunitas. Namun, Mahkamah Agung harus cermat melakukan pengawasan, agar hak imunitas tersebut diimbangi dengan integritas profesionalisme yang didukung oleh kejujuran dan moral yang tinggi oleh para hakim dan hakim agung.


b.        Mengawasi Tingkah Laku Dan Perbuatan Para Hakim Dalam Menjalankan Tugas
Objek lain yang harus diawasi Mahkamah Agung adalah tingkah laku para hakim dalam menjalankan tugas. Hal tersebut diutarakan dalam Pasal 32A ayat (1) UU MA yang berbunyi: “Pengawasan internal atas tingkah laku hakim agung dilakukan oleh Mahkamah Agung.”
Pada pasal ini tidak diterangkan apa yang dimaksud dengan tingkah laku. Namun menurut WJS Poerwadarminta mengartikan tingkah laku adalah ‘kelakuan’ atau ‘perbuatan’.[2] Dan yang menjadi objek pengawasan oleh Mahkamah Agung meliputi semua bentuk tingkah laku dan perbuatan yang tidak wajar, tidak benar, tidak pantas atau tercela serta tindakan yang merongrong kewibawaan dan martabat pengadilan, baik hal itu yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan tugas peradilan atau tidak.




[1]Ibid., hlm. 119-126.
[2]Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka, Tahun 1976, hlm. 1077.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar