Senin, 02 September 2013

PERKEMBANGAN JENIS-JENIS KONTRAK, PARA PIHAK DAN OBJEK PERJANJIAN KEMITRAAN


Oleh: Nining Ratnaningsih, S.H.

1.        Jenis-Jenis Kontrak
a.         Kontrak menurut sumber hukumnya
Menurut Sudikno Mertokusumo, kontrak menurut sumber hukumnya digolongkan menjadi 5 (lima) macam, yaitu:
1)        Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti perkawinan;
2)        Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;
3)        Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban;
4)        Perjanjian yang bersumber dari hukum acara yang disebut dengan bewijsovereenkomst;
5)        Perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan publiekrechtelijke overeenkomst.[1]


b.         Kontrak menurut namanya
Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum dalam Pasal 1319 KUHPerdata yang hanya menyebutkan 2 (dua) macam kontrak menurut namanya, yaitu kontrak nominaat (bernama) dan kontrak innominaat (tidak bernama). Kontrak nominaat adalah kontrak yang dikenal dalam KUHPerdata, yang termasuk dalam kontrak nominaat adalah jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian dan lain-lain[2]. Sedangkan kontrak innominaatadalah kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat, yang termasuk kontrak innominaatadalah leasing, beli sewa, franchise, kontrak surogasi, joint venture, kontrak karya, keagenan, production sharing, dan lain-lain.[3]Namun Vollmar mengemukakan kontrak jenis yang ketiga antara bernama dan tidak bernama, yaitu kontrak campuran.[4]
c.         Kontrak menurut bentuknya
KUHPerdata tidak menyebutkan secara sistematis tentang bentuk kontrak, namun berdasarkan Pasal 1320 dan Pasal 1682 KUHPerdata, kontrak menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua yaitu kontrak lisan dan kontrak tertulis.

d.        Kontrak timbal balik
Menurut Vollmar, yang menggolongkan kontrak timbal balik yakni kontrak yang penggolongannya dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Misalnya jual beli, sewa menyewa. Perjanjian timbal balik dibagi menjadi dua macam yaitu timbal balik tidak sempurna dan perjanjian sepihak.[5]
e.         Perjanjian cuma-cuma
Menurut Sri Soedewi, penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi dari pihak lain. Perjanjian Cuma-Cuma merupakan perjanjian yang menurut hukum hanya menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak, misalnya hadiah, pinjam pakai.[6]
f.          Perjanjian berdasarkan sifatnya
Penggolongan ini berdasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban yang ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut. Perjanjian menurut sifatnya dibagi menjadi dua macam yaitu perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir. Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian yang ditimbulkan oleh hak kebendaan, diubah atau dilenyapkan, hal itu untuk memenuhi perikatan. Sedangkan perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang menimbulkan kewajiban dari pihak lain.[7]
Namun dikenal juga jenis perjanjian menurut sifatnya, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accessoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian yang utama, sedangkan perjanjian accessoir merupakan perjanjian tambahan.[8]
2.        Para pihakdanObjekperjanjiankemitraan
Para pihak yang terkaitdalamperjanjiankemitraanadalahpihakusahakecildenganusahamenengahataubesar,usahakeciladalahkegiatanekonomirakyat yang berskalakecildanmemenuhikriteriakekayaanbersihatauhasilpenjualantahunansertakepemilikannya (Pasal 1 angka 5 KeputusanMenteri Negara BUMN Nomor Kep-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program BinaLingkungan).
Ukuran yang digunakanuntukmenentukanusahakecil, usahamenengahatauusahabesaradalahdilihatdariaspekpermodalan.Kegiatanekonomi yang berskalakecilmempunyaikriteria, diantaranya:
a.         Memilikikekayaanbersih paling banyakRp. 200 juta, tidaktermasuktanahdanbangunantempatusahaataumemilikihasilpenjualantahunan paling banyakRp. 1.000.000.000,00;
b.         Milikwarga Negara Indonesia;
c.         Berdirisendiri, bukanmerupakananakperusahaanataucabangperusahaan yang dimiliki, dikuasaiatauberafiliasibaiklangsungmaupuntidaklangsungdenganusahamenengahatauusahabesar; dan
d.        Berbentukusahaperorangan, badanusaha yang tidakberbadanhukumataubadanusaha yang berbadanhukum.
Kriteriausahamenengahdanataubesaradalahkekayaanbersihatauhasilpenjualantahunanlebihbesardaripadakekayaanbersihatauhasilpenjualantahunanusahakecil.usaha yang termasukusahamenengahdanbesar, meliputi:
a.         Usaha nasional (BUMN dan BUMS);
b.         Usaha patungan;
c.         Usaha asing yang melakukankegiatanekonomi di Indonesia.
Objekdalamperjanjiankemitraan yang paling prinsipadalahberupapemberiandanakemitraan,tujuanpenggunaandanakemitraaniniadalahuntukmeningkatkankualitasdankuantitasdariusahakecilitusendirisehinggamerekadapatbersaingdenganusahamenengahdanusahabesar[9].



[1]Sudikno Mertokusumo, Rangkuman Kuliah Hukum Perdata, (Yogyakarta: Fakultas Pascasarjana UGM, 1987), hlm. 11.
[2]Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat, Op.,cit, hlm. 18.
[3]Ibid.
[4]Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata Jilid II, Diterjemahkan oleh I.S Adiwimarta, (Jakarta: Rajawali Pers, 1984), hlm. 144-146.
[5]Ibid, hlm. 130.
[6]Sri Soedewi MS, Hukum Perjanjian, (Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada, 1980), hlm. 6.
[7]Ibid.
[8]Salim H.S,Op.,cit, hlm. 20.
[9]H.Salim HS, PerkembanganHukumKontrak di luarKUHPerdata (BukuSatu), (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007), hlm. 195.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar