Oleh:
Nining Ratnaningsih, S.H.,
A. PENGERTIAN KUASA PADA UMUMNYA
Pasal 1972 BW mendefiniskan pemberian kuasa adalah “suatu
pesetujuan dengan mana seseorang memberikan kuasanya (wewenang) kepada orang
lain, yang menerimanya untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”
Adapun sifat pemberian kuasa adalah
sebagai berikut:
1.
Pemberian Kuasa terjadi dengan Cuma-Cuma, kecuali jika
diperjanjikan sebaliknya;
2.
Si kuasa tidak dibolehkan melakukan Sesuatu apapun yang
melampui kuasanya;
3. Si Pemberi kuasa dapat menggugat secara langsung orang
dengan siapa si kuasa telah bertindak dalam kedudukannya dalam kedudukannya dan
menuntut dari padanya pemenuhan persetujuannya.
Kewajiban Si Penerima Kuasa diatur dalam Pasal 1800-1806 BW; dan
Kewajiban dari Si Pemberi Kuasa itu diatur dalam Pasal 1807-1812 BW.
B. BERAKHIRNYA SURAT KUASA
Berakhirnya Surat Kuasa diatur dalam Pasal 1813-1819 BW, yaitu sebagai berikut:
1.
Ditariknya kembali kuasa si Penerima Kuasa;
2.
Dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh si kuasa;
3.
Dengan Meninggal, Pengampuan, pailitnya si Pemberi Kuasa
atau penerima Kuasa;
4.
Dengan Kawinnya Permpuan yang memberi kuasa atau menerima
kuasa. Setelah SEMA No.1115/B/3932/M/1963 dan Undang-Undang Pokok Perkawinan
No,or 1 tahun 1974, maka ketentuan tersebut tidak berlaku lagi;
5.
Pengangkatan kuasa baru untuk mengurus hal yang sama
menyebabkan ditariknya kuasa pertama.
C.
JENIS KUASA
Menurut M. Yahya Harahap, S.H dikatakan ada 3 (tiga) Jenis
kuasa, yakni sebagai berikut:
1.
Kuasa Umum
Kuasa Umum diatur dalam Pasal 1795 KUH Perdata, dimana
kuasa umum bertujuan untuk memberi kuasa kepada seseorang untuk mengurus
kepentingan pemberi kuasa mengenai pengurusan , yang disebut berharder untuk
mengatur kepentingan pemberi kuasa. Dengan demikian , dari segi hukum , surat
kuasa umum tidak dapat dipergunakan di depan pengadilan untuk mewakili pemberi
kuasa.
2.
Kuasa Khusus
Adapun pengaturan mengenai surat kuasa khusus diatur dalam
pasal 1975 BW yaitu mengenai pemberian kuasa mengenai satu kepentingan tertentu
atau lebih. Agar bentuk kuasayang disebut dalam pasal ini sah sebagai surat
kuasa khusus di depan pengadilan , kuasa tersebut harus disempurnakan terlebih
dahulu dengan syarat-syarat yang disebutkan dalam pasal 123 HIR.
3.
Kuasa Istimewa
Kuasa Istimewa diatur dalam pasal 1796 BW dikaitkan dengan
Pasal 157 HIR atau Pasal 184 RBG.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar