Rabu, 21 Mei 2014

PENGERTIAN PRODUKSI DAN PEREDARAN MENURUT UNDANG-UNDANG PSIKOTROPIKA



Oleh: ARIF RAHMAN, SH

Pengertian produksi dalam Pasal 1 angka 3 UU Psikotropika tidak hanya kegiatan membuat psikotropika, akan tetapi lebih luas dari itu yaitu berupa kegiatan atau proses menyiapkan, mengolah, membuat, menghasilkan, mengemas dan/atau mengubah bentuk psikotropika.
Kegiatan memproduksi juga termasuk jika seseorang melakukan penyediaan bahan-bahan untuk diolah menjadi psikotropika karena sudah melakukan proses persiapan walaupun bahan-bahannya belum diolah. Demikian pula membungkus obat-obat yang tergolong psokotropika termasuk perbuatan memproduksi walaupun tidak mengolah atau membuat psikotropika.[1]
Untuk memproduksi psikotropika yang diperbolehkan ialah pabrik obat dan wajib berpedoman pada Pasal 7 UU Psikotropika. Terdapat dua syarat yang wajib dipenuhi dalam memproduksi psikotropika, yaitu:
1.      Psikotropika yang diproduksi untuk diedarkan berupa obat;
2.      Psikotropika harus memenuhi standar dan/atau persyaratan farmakope Indonesia atau buku standar lainnya. Sedangkan yang dimaksud farmakope adalah buku teknis yang memuat standar atau persyaratan mutu yang berlaku bagi setiap obat atau bahan obat yang digunakan di Indonesia.
Menurut Pasal 6 UU Psikotropika melarang siapapun untuk memproduksi psikotropika golongan I. Oleh karena, psikotropika golongan I tidak dapat digunakan dalam terapi dan mempunyai potensi amat kuat dan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Pengertian peredaran diatur Pasal 1 angka 5 UU Psikotropika adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan psikotropika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan. Namun ruang lingkup peredaran psikotropika diperluas, baik yang berhubungan dengan kegiatan perdagangan maupun bukan perdagangan termasuk pemindahtanganan.
UU Psikotropika membatasi pihak-pihak yang dapat menjadi penyalur psikotropika sebagaimana ditentukan Pasal 12 ayat (1), yakni:
1.      Pabrik obat;
2.      Pedagang besar farmasi;
3.      Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah yaitu sarana yang mengelola sediaan farmasi dan alat kesehatan milik pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, TNI/Polri dab BUMN dalam rangka pelayanan kesehatan.
Terdapat 5 (lima) pihak yang diberi wewenang untuk melakukan penyerahan psikotropika, sebagai berikut:
1.      Apotek;
2.      Rumah sakit;
3.      Puskesmas;
4.      Balai pengobatan; dan
5.      Dokter.


[1] Gatot Supramono, Op.,cit, hlm. 24

Kamis, 15 Mei 2014

PEREDARAN GELAP PSIKOTROPIKA DI INDONESIA SERTA JENIS TINDAK PIDANA PEREDARAN GELAP PSIKOTROPIKA



Oleh: ARIF RAHMAN, SH

A.                Peredaran Gelap Psikotropika Di Indonesia
Di Indonesia telah mengenal candu sebagai salah satu jenis narkotika yang telah dipergunakan oleh sebagian kecil masyarakat. Tidak diketahui negara yang pertama membawa candu ke Indonesia, namun candu diperkenalkan oleh orang India, Arab dan Cina secara sendiri-sendiri.
Menurut Encyclopedie van Nederlandsch Indie (1919) pada awal abad ke-20 pemakai candu di Indonesia terdapat di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Candu yang berasal dari buah papaver somniferum L dapat diolah sehingga menghasilkan morfina dan heroina, sedangkan tanaman koka dapat diolah untuk menghasilkan kokain.[1]
Selain candu, ganja merupakan tumbuhan yang mudah tumbuh di daerah tropis dan sudah ada sejak dahulu. Pucuk, daun dan getah tumbuhan ini mengandung zat-zat kimia yang menyebabkan farmokologis yang berbeda-beda dari daerah asal tumbuhan tersebut.
Di Indonesia, tanaman ganja yang berasal dari Aceh sudah memiliki pasar yang luas. Daerah pemasaran diantaranya tempat pariwisata seperti Yogyakarta dan Bali, selain di Aceh dan Sumatera Utara juga pernah terdapat ladang di Rejang Lebong, Ogan Komering Ulu, Lahat, Cianjur, Subang, Wonosobo, Yogyakarta, Mojokerto dan Purbalingga.[2] 
Data peredaran gelap Narkotika dan Psikotropika sejak Tahun 2004 sampai Maret 2009 yang tercatat di Mabes Polri sebagai berikut: Wakil Direktur IV Mabes Polri Ajun Komisaris Besar Arnowo menjelaskan, untuk kasus narkotika (ganja, heroin, kokain, dan sebagainya) tercatat berjumlah 45.451 kasus, psikotropika (ecstasy, sabu, daftar G) berjumlah 38.125 kasus, dan jenis baya (minuman keras, kosmetik, obat palsu, dan sejenisnya) berjumlah 17.440 kasus.[3]
Jumlah tersangka Narkotika yang tercatat berjumlah 66.541, sedangkan tersangka Psikotropika 55.381 tersangka, dan baya 33.895 tersangka. Tersangka terdiri dari:  pria sebanyak 143.584 orang dan wanita 12.233 orang, serta 413 orang warga negara asing.
 Berdasarkan tingkat pendidikan tingkat SLTA berada di peringkat teratas dengan 98.614 orang, disusul SLTP 35.536 orang, SD 17.194 orang, dan Perguruan Tinggi 4.469 orang. Sedangkan berdasar tingkat usia, kata Arnowo, peringkat pertama adalah usia di atas 30 tahun sebanyak 73.299 orang, usia 25-29 tahun sebanyak 39.077 orang, usia 20-24 tahun 32.896 orang, usia 16-19 tahun 9.897, dan usia di bawah 15 tahun 658 orang.
Jumlah barang bukti narkotika yang disita selama lima tahun terakhir. Untuk ganja disita sekitar 99 ton, heroin sekitar 90 kg, dan kokain sekitar 9,5 kg. Barang bukti psikotropika yang disita, untuk ecstasy 3.410.000 tablet, sabu sekitar 2,9 ton, dan daftar G sebanyak 14.441.946 tablet.


B.            Jenis Tindak Pidana Peredaran Gelap Psikotropika
Tindak pidana yang diatur di dalam UU Psikotropika, dilihat dari segi bentuk perbuatannya dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, sebagai berikut:[4]
1.      Kejahatan yang menyangkut produksi psikotropika;
2.      Kejahatan yang menyangkut peredaran psikotropika;
3.      Kejahatan yang menyangkut ekspor dan impor psikotropika;
4.      Kejahatan yang menyangkut penguasaan psikotropika;
5.      Kejahatan yang menyangkut penggunaan psikotropika;
6.      Kejahatan yang menyangkut pengobatan dan rehabilitasi psikotropika;
7.      Kejahatan yang menyangkut label dan iklan psikotropika;
8.      Kejahatan yang menyangkut transito psikotropika;
9.      Kejahatan yang menyangkut pelaporan kejahatan di bidang psikotropika;
10.  Kejahatan yang menyangkut sanksi dalam perkara psikotropika;
11.  Kejahatan yang menyangkut pemusnahan psikotropika. 



[1] Rachman Hermawan S,  Penyalahgunaan narkotika oleh Para Remaja, (Bandung: Eresco, 1987), hlm. 7-10.
[2] Sumarno Ma’Sum, Op.,cit, hlm. 49-50.
[3] www.kompas.com, diunduh tanggal 31-03-2013.
[4] Gatot Supramono, Hukum Narkoba Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2001), hlm. 66.

Senin, 12 Mei 2014

PENGERTIAN NARKOTIKA & PSIKOTROPIKA SERTA PEMBAGIAN JENIS PSIKOTROPIKA



OLEH: ARIF RAHMAN, SH


A.           Pengertian Narkotika dan Psikotropika
Narkoba  yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif berbahaya lainnya adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik diminum, dihirup, atau disuntikan, akan dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba juga dapat menimbulkan ketergantungan baik fisik maupun psikologis.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Yang termasuk jenis Narkotika adalah :  Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium obat, morfina, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja, garam-garam dan turunan-turunan dari morfina dan kokaina, serta campuran-campuran dan sediaan-sediaan yang mengandung bahan yang disebutkan di atas.
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. Zat yang termasuk psikotropika antara lain:  Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Magadon, Valium, Mandarax, Amfetamine, Fensiklidin, Metakualon, Metifenidat, Fenobarbital, Flunitrazepam, Ekstasi, Shabu-shabu, LSD (Lycergic Alis Diethylamide), dan sebagainya.
Bahan Adiktif berbahaya lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis maupun sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang dapat mengganggu sistim syaraf pusat, yaitu:  Alkohol yang mengandung ethyl etanol, inhalen/sniffing (bahan pelarut) berupa zat organik (karbon) yang menghasilkan efek yang sama dengan yang dihasilkan oleh minuman yang beralkohol atau obat anaestetik jika aromanya dihisap. Contoh: lem/perekat, aceton, ether, dsb.
B.            Jenis Psikotropika
Psikotropika merupakan zat/obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakainya.
Pemakaian Psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan pembatasan pejabat kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, tidak saja menyebabkan ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan fisik maupun psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan kematian.
Menurut Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Psikotropika, psikotropika digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu:
1.    Psikotropika Golongan I adalah jenis psikotropika yang mempunyai daya menimbulkan ketergantungan tertinggi, hanya digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, tidak untuk pengobatan (seluruhnya ada 14 jenis), antara lain:
a.       MDMA (Ecstacy) Rumus kimia XTC adalah 3-4-Methylene-Dioxy-Methil-Amphetamine (MDMA). Senyawa ini ditemukan dan mulai dibuat di penghujung akhir abad lalu. Pada kurun waktu tahun 1950-an, industri militer Amerika Serikat mengalami kegagalan didalam percobaan penggunaan MDMA sebagai serum kebenaran. Setelah periode itu, MDMA dipakai oleh para dokter ahli jiwa. XTC mulai bereaksi setelah 20 sampai 60 menit diminum. Efeknya berlangsung maksimum 1 jam. Seluruh tubuh akan terasa melayang. Kadang-kadang lengan, kaki dan rahang terasa kaku, serta mulut rasanya kering. Pupil mata membesar dan jantung berdegup lebih kencang.
b.      Psilobisin dan Psilosin, zat yang didapat dari sejenis jamur yang tumbuh di Mexico.
c.       LSD (Lysergic Diethylamide).
d.      Mescaline, dalam ilmu pengetahuan diperoleh dari sejenis kaktus yang tumbuh di daerah Amerika Barat.

2.    Psikotropika Golongan II adalah kelompok psikotropika yang mempunyai daya menimbulkan ketergantungan menengah, digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pengobatan (seluruhnya ada 14 jenis), antara lain :
a.    Amphetamine (Shabu - shabu) berbentuk kristal, biasanya berwarna putih, dan dikonsumsi dengan cara membakarnya di atas aluminium foil sehingga mengalir dari ujung satu ke arah ujung yang lain. Kemudian asap yang ditimbulkannya dihirup dengan sebuah Bong (sejenis pipa yang didalamnya berisi air). Air Bong tersebut berfungsi sebagai filter karena asap tersaring pada waktu melewati air tersebut. Ada sebagian pemakai yang memilih membakar Sabu dengan pipa kaca karena takut efek jangka panjang yang mungkin ditimbulkan aluminium foil yang terhirup. Sabu sering dikeluhkan sebagai penyebab paranoid (rasa takut yang berlebihan), menjadi sangat sensitif (mudah tersinggung), terlebih bagi mereka yang sering tidak berpikir positif, dan halusinasi visual. Masing-masing pemakai mengalami efek tersebut dalam kadar yang berbeda.
b. Metaqualon
3. Psikotropika Golongan III adalah jenis psikotropika yang mempunyai daya menimbulkan ketergantungan sedang, mempunyai khasiat, digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pengobatan (seluruhnya ada 9 jenis), antara lain:
a. Amobarbital
b. Flunitrazepam
c. Pentobarbital
4. Psikotropika Golongan IV adalah jenis psikotropika yang mempunyai daya menimbulkan ketergantungan rendah, berkhasiat dan digunakan luas untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pengobatan (seluruhnya ada 60 jenis), berikut ini 4 (empat) diantaranya:
a. Diazepam
b. Barbital
c. Klobazam
d. Nitrazepam